BAB
II
Dasar-dasar
Syara’ Menghargai Fiqh Jinayat dan Kegunaannya
Fiqh Jinayah adalah Fiqh yang mengatur cara-cara
menjaga dan melindungi Hak Allah dan Hak Individu dari tindakan-tindakan yang
tidak dibenarkan menurut hukum. Dalam azas-azas Hukum Pidana Islam dibicarakan
tentang pengertian tindak pidana ( jarimah ), macam jarimah, unsure-unsur
jarimah yang meliputi aturan pidana, perbuatan pidana dan pelaku pidana.
Kemudian dibahas tentang sumber-sumber aturan pidana islam, kaidah-kaidah dalam
penafsiran hukum, azas legalitas, masa berlakunya aturan pidana dan lingkungan
berlakunya aturan pidana. ( A.Djazuli,1987:49-50 )
A.
Landasan
Pentingnya Fiqh Jinayat
Maksud dan tujuan pokok
jinayat ( hukum pidana ) dalam syari’at islam ialah untuk pencegahan,
pelajaran, dan pendidikan atas suatu perbuatan yang dinilai buruk agar
perbuatan tersebut tidak terulang kembali. Hukuman ditetapkan demikian untuk
memperbaiki individu dalam menciptakan masyarakat yang tertib dan aman. Hukuman
itu harus mempunyai dasar, baik dalam al-Qur’an, al-hadits ataupun dari lembaga
yang mempunyai kewenangan untuk menetapkan hukuman.
Adapun yang menjadi landasan pentingnya jinayat adalah :
Al-Qur’an, al-Hadits, ijma, Qiyas, Istihsan, Maslahah Mursalah, Adzari’ah dan
Urf.
1.
Al-Qur’an
Untuk cabang hukum pidana ( jinayat ) yaitu tentang
macam-macam perbuatan pidana, ancamannya, dan realisasi hukumannya terdapat
kira-kira 30 ayat dalam Al-Qur’an ( Abdul Wahhab Khollaf, 1974 : 29 ).
Adapun hal-hal yang berkaitan dengan jinayat dalam
Al-qur’an diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Hukum
Membunuh
- Kekejian
membunuh:
QS. Al-Isra : 33
- Membunuh adalah dosa besar: QS. Al-Baqarah:84, QS.An-Nisa:29, QS.An-Nisa:30,QS.An-Nisa: 93, QS.Al-Maidah: 32
- Ancaman terhadap pembunuhan: QS.Al-Baqarah:85, QS.An-Nisa: 92-93, QS. Al-Maidah: 32
- Membunuh diharamkan
- Membunuh anak: QS.Al-An’am:137,140, 151, QS. An-Nahl: 58, 59, QS. Al-Furqan:68, QS. Al-Mumtahanah:12, QS.At-Takwir: 8- 9
- Orang yang pertama membunuh: QS.Al-Ma’idah:27-30.
b. Jenis-jenis
pembunuhan
c. Sanksi
membunuh
o Qishas
(hukuman balasan)
o Diat
(denda) pembunuhan
§ Membunuh
setelah menerima diat : QS. Al-Baqarah : 178
d. Kejahatan
selain membunuh
o
Sanksi melukai orang lain
§ Qishas
bagi yang melukai orang lain : QS. Al-Ma’idah : 45
§ Gugurnya
hukuman melukai orang lain : QS. Al-Ma’idah : 45
e. Kejahatan
berzina
o
Hukum berzina
§ Kekejian
berzina: QS.An-Nisa: 24- 25, QS.Al-Ma’idah: 5, QS.Al-Isra: 32, QS.Maryam: 28, QS.Al-Mu’minun: 7, QS.Al-Ma’arij: 31
§ Keutamaan
meninggalkan hal-hal yang keji: QS.An-Nisa: 31, QS.Al-Isra’:32, QS.Al-Mu’minun: 5, 10, 11, QS.Asy-Syura: 37, QS.An-Najm: 32, QS.Al-Ma’arij: 29-31.
o
Penetapan berzina
Kesaksian atas Zina : QS. An-Nisa 15, 4, 13
o
Sanksi berzina, mendera pelaku zina
f. Kejahatan
menuduh orang lain berbuat zina
o
Hukum menuduh orang lain berbuat zina
adalah dosa besar
Menuduh berzina adalah dosa besar : QS. An-Nur : 4,
23
o
Sanksi menuduh orang lain orang lain
berbuat zina
§ Mendera
orang yang menuduh berzina : QS. An-Nur : 4
§ Kesaksian
penuduh zina tidak diterima : QS. An-Nur : 4
§ Penuduh
zina yang menyesal dan menarik kembali tuduhannya: QS. An-Nur : 5
g. Kejahatan
mencuri
o
Sanksi mencuri
Hukum potong tangan pencuri : QS. Al-Ma’idah :38
h. Kejahatan
begal - rampok
o
Hukum begal dan perampokan
Taubatnya perampok dan pembegal : QS. Al-Ma’idah :
34
o
Sanksi perampok dan pembegal : QS.
Al-Ma’idah : 33
i.
Kejahatan menentang penguasa
o
Sanksi penentang
Memerangi
penentang : QS. Al-Hujurat : 9
Sumber ayat dari
index software Al-Qur’an & Terjemah
versi 1.2. Depag RI – Isnet from Wesite http ://geocities.com/al-qur’an Indo
Bunyi Firman Allah SWT yang berhubungan dengan
jinayat diantaranya :
v QS.
Al-Hadid : 24, “…… dan Kami telah turunkan bersama mereka Al-Kitab dan neraca (
keadilan ) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”
v QS.
An-Nisa : 29-30, “…….dan janganlah kamu
membunuh dirimu, sesungguhnya Allah Maha penyayang kepadamu. Dan barangsiapa
berbuat demikian dengan melanggar hak
dan aniaya, maka Kami kelak akan memasukannya kedalam neraka, yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah “
v QS.
An-Nisa : 92-93. “Dan barangsiapa
membunuh seorang mukmin karena tersalah, ( hendaklah ) ia memerdekakan seorang
hamba sahaya yang beriman serta membayar diyat yang diserahkan kepada keluarga
si terbunuuh itu. Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja,
maka balasannya ialah neraka jahanam, kekal ia didalamnya, dan Allah murka
kepadanya, dan mengutukinya, serta menyediakan azab yang besar baginya”.
Asbabun Nuzul QS. An-Nisa ayat 92:
Ikrimah
r.a. menjelaskan bahwa Harits bin Yazid bersama Abu Jahal pernah menyiksa
‘Ayyasy bin Rabi’ah r.a. tapi kemudian Harits masuk Islam dan ikut hijrah
bersama Nabi SAW. Saat dikampung Harrah, Harits bertemu dengan Ayyasy. Dia
menghunuskan pedangnya dan membunuh Harits yang dikiranya masih kafir. Lalu
diapun datang kepada rasul dan menceritakan peristiwa itu. Maka turunlah ayat
ini. ( Hadits Sahih Riwayat Ibnu Jarir
dalam tafsir Ahmad Hatta. 2009 hal 93)
Asbabun Nuzul
QS. An-Nisa ayat 93
‘Ikrima
r.a menjelaskan bahwa ayat ini ditujukan kepada sahabat Anshar yang membunuh saudara Miqyas bin Shubabah.
Oleh Rasulullah SAW denda sahabat itu dibayar kepada Miqyas sebagai keluarga
terbunuh. Setelah denda diterima, Miqyas langsung membunuh si pembunuh saudaranya
itu. Lalu Rasulullah SAW bersabda: “Aku tidak menjamin keselamatannya baik
dibulan halal maupun dibulan haram”, lalu iapun dibunuh pula. ( H.R. Ibnu Jarir / al-ishabah:3/603 dalam
tafsir Ahmad Hatta.2009 hal 93 )
v
QS.Al-baqarah : 178-179. “ Hai orang-orang yang
beriman, diwajibkan atas kamu qishas berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.
Dan dalam Qishas itu ada ( jaminan kelangsungan ) hidup bagimu, hai orang-orang
yang berakal, supaya kamu bertaqwa”
Asbabun Nuzul
QS. Al-Baqarah 178
Ibnu Abbas r.a menuturkan bahwa ayat ini turun sebagai
penetapan dari Allah kepada kaum Mukmin dengan adanya pilihan antara Qishas dan
diyat, ketika pihak keluarga korban telah memaafkan. Berbeda dengan apa yang
telah ditetapkan pada Bani Israel, dimana tidak ada diyat bagi mereka. Yang ada
hanyalah hukum qishash ( H.R. Bukhari, Nasai dan ad-Daruquthni, lihat Qurthubi
1/244
2. Al-Hadits
Rasulullah Saw, dalam
khutbah hajju’l wda’ berpesan sebagai berikut :
“Wahai
manusia, sesungguhnya darah dan harta benda kamu adalah mulia, sama dengan
mulianya hari dan bulanmu ini serta negerimu ini. Ingatlah aku telah
menyampaikan : Ya Allah, semoga Engkau saksikan bahwa setiap muslim terhadap muslim
lainnya harus menghormati darah, harta benda, dan kehormatannya masing-masing”.
( Fiqh Sunah 10, 1994 hal 14 )
“
Tak ada seorangpun yang dibunuh secara aniaya melainkan anak Adam turut
bertanggung jawab atas darahnya, sebab dialah orang pertama yang melakukan
pembunuhan ( yaitu Qabil ) ” . H.R. Bukhari dan
Muslim
“
Sesungguhnya kehancuran dunia bukan merupakan apa-apa di sisi Allah
dibandingkan dengan pembunuhan terhadap orang mu’min tanpa hak ”H.R.
Ibnu Majah
“ Barangsiapa membantu ( dalam ) pembunuhan
terhadap orang islam dengan sepatah kata saja, kelak di hari kiamat dituliskan
diantara kedua matanya satu kalimat “Orang yang tidak berpengharapan mendapat
rahmat Allah SWT ” H.R. Baihaqy
3. Hasil Ijma dan Qiyas
Permasalahan-permasalahan yang semakin komplek tentang
kasus pidana telah mendorong para mujtahid untuk menetapkan dalil ijma dan
Qiyas sebagai tambahan atau melengkapi hukum-hukum yang telah ada dalam Qur’an
dan Hadits, seperti kasus pidana korupsi
yang diqiyaskan dengan mencuri, narkoba yang diqiaskan dengan minumann / obat
keras, yang mana kasus-kasus tersebut sama-sama merugikan dan melanggar hak.
Untuk itulah ijma dan Qiyas menjadi bagian dari landasan Fiqh jinayat.
4. Istihsan dan Maslahah Mursalah
Adanya cara berijtihad dengan istihsan dan maslahah
Mursalah ini menyebabkan hukum islam akan bisa menampung hal-hal yang baru
dengan tetap tidak kehilangan identitasnya sebagai hukum islam. Disamping itu
akan terbuktikan juga bahwa nilai-nilai hukum Islam akan sesuai untuk setiap
waktu dan tempat. Dengan kata lain hukum Islam akan mengarahkan kehidupan
masyarakat kepada prinsip-prinsip umumnya disatu sisi lain akan menyerap
kenyataan- kenyatan dan perubahan-perubahan yang sifatnya kondisional yang
terus terjadi sepanjang masa. A.
Djazuli/ Sebuah Pengantar Fiqh. 1987 hal 81-82
Kemaslahatan yang ditegaskan oleh Al-Qur’an dan As-Sunah
diakui para ulama, contohnya seperti Hifdzuddin, Hifdzu nafsi, Hidzbu nasb,
Hidzbu mal, dan Hidzbu aql.
DR. Abdul Wahab Khalaf dan DR. Abu Zahrah memberikan
persyaratan maslahah Mursalah sebagai berikut:
a. Tidak
boleh bertentangan dengan maqosidu Syari’ah, dalil-dalil Kulli, semangat ajaran
Islam dan dalil-dalil juz’I yang qoth’I wurud dan dalalahnya
b. Harus
ada pembahasan dan penelitian rasional serta mendalam sehingga yakin bahwa hal
tersebut memberikan manfaat atau dapat menolak kemudaratan
c. Kemaslahatan
tersebut bersifat umum
d. Pelaksanannnya
tidak menimbulkan kesulitan yang tidak wajar.
5. Saddzu dzari’ah ( menutup jalan/
cara ) dan Fathudz Dzari’ah ( membuka jalan/cara )
Saddzu dzari’ah digunakan apabila menjadi cara untuk
menghindarkan diri dari mafsadat yang dinashkan dan sudah tentu. Sedangkan
fathudzari’ah digunakan apabila menjadi cara/ jalan untuk sampai kepada
maslahat yang dinashkan. A.Djazuli/
sebuah pengantar Fiqh. 1987 hal 94
Dasar-dasar Saddzu Dzari’ah dari sunah antara lain :
a. Nabi
melarang membunuh orang Munafiq, karena membunuh orang Munafiq bisa menyebabkan
Nabi dituduh membunuh sahabat-sahabatnya.
b. Nabi
melarang memotong tangan pencuri pada waktu perang dan ditangguhkan sampai
selesainya perang. Karena memotong tangan pencuri pada waktu perang membawa
akibat tentara-tentara berpikir negatif.
6. ‘Urf
Dalam system Hukum Islam, al-adat dijadikan salah satu
unsure yang dipertimbangkan dalam menetapkan hukum. Penghargaan hukum Islam
terhadap adat ini menyebabkan sikap yang telorance dan memberikan pengakuan
terhadap hukum yang berdasar adat menjadi hukum yang diakui oleh hukum islam.
Walaupun demikian, pengakuan hukum tersebut tidaklah mutlaq, tetapi harus
memenuhi syarat-syarat tertentu. Hal ini adalah wajar demi untuk menjaga
nilai-nilai, prinsip-prinsip dan identitas hukum islam.
Penggunaan adat ini bukanlah dalil yang berdiri sendiri,
tetapi erat kaitannya dengan maslahah mursalah. Hanya saja kemaslahatan dalam
adat ini sudah berlaku sejak lama sehingga menjadi kebiasaan. Misalnya hukuman
yang diberikan pada pelanggar hukum disebuah daerah tertentu, terhadap pencuri,
pembunuh, dan lain-lain.
Sehubungan dengan
al-adah ashohihah inilah kemudian timbul kaidah : “Al- Adatu muhakkamatun” yang
artinya Adat itu bisa dijadikan hukum.
B.
Manfaat
Mempelajari Fiqh Jinayat
Dengan
mempelajari Fiqh Jinayat, kita dapat memperoleh banyak manfaat, diantaranya:
1. Mengetahui
perbuatan-perbuatan yang terlarang, terutama menurut agama
2. Mengetahui
secara terperinci mengenai kewajiban dan tanggung jawab manusia itu sendiri
3. Mengetahui
dan memahami berbagai hukuman terhadap masalah yang disesuaikan dengan kondisi,
sebab dan latar belakang terjadinya masalah.
Adapun kegunaan
Fiqh jinayat dalam lingkungan kehidupan, baik kehidupan keluarga, masyarakat
ataupun negara antara lain :
1. Terpeliharanya
hak-hak individu / hak kepemilikan
2. Terciptanya
keamanan dan ketertiban
3. Terciptanya
kemaslahatan hidup
4. Memberikan
pelajaran efek jera bagi para pelaku pelanggaran
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Jinayat menurut tradisi
syari’at Islam ialah segala tindakan yang dilarang oleh hukum syariat untuk
melakukannya yakni perbuatan itu harus dihindari. Hukuman yang bersifat materi
ini ini dikompirmasikan bahwa Islam meletakkan penghormatan terhadap jiwa,
sehingga tidak ada seorang pun yang menganggap remeh masalah ini. Selain
menghormati jiwa, Islam pun memandang berbagai aspek yang berhubungan dengan
kemaslahatan umat banyak, sehingga jelaslah jinayat itu penting untuk
dipelajari dan digunakan dalam tatacara kehidupan.
Dari uraian pembahasan,
dibahas bagaimana Allah SWT memperhatikan segala aspek kehidupan hamba-Nya,
begitupun dalam hadits rasul, sehingga lahirlah ijtihad yang memunculkan secara
praktis teoritis tentang pentingnya fiqh jinayat. Inilah yang menjadikan “dasar-dasar syara menghargai Fiqh jinayat
dan kegunaannya”
B.
Saran
Karena kompleksitas yang ada dalam
kehidupan kita, sudah seharusnya kita mempelajari fiqh jinayat secara
kontekstual, yaitu disesuaikan dengan keadaan zaman, budaya dan latar belakang
( asbabul wurud ). Kita tidak boleh mengambil keputusan yang sama padahal sebab
yang ada itu berbeda. Jadi harus benar-benar teliti dan mempertimbangkannya
secara bijaksana menurut hukum islam.
DAFTAR
PUSTAKA
-
Hatta, Ahmad. Tafsir Qur’an per kata. 2009. Jakarta : Maghfirah Pustaka
-
Khollaf, Abdul Wahab. Terjemah Khulashoh Tarikh Tasyri’ Islam.
1974. Semarang : Sala
-
Sabiq, Sayyid. Fiqih Sunnah 10. 1994. Bandung : PT.Al-Ma’arif
-
A. Djazuli. Ilmu Fiqh- Sebuah Pengantar. 1987. Bandung : PT.Dunia Ilmu
-
Rasjid, Sulaiman. Fiqh Islam. 1997. Bandung : PT. Sinar Baru Algensindo
-
Software Al-Qur’an & Terjemah Versi
1.2. Depag RI : Isnet, website from http: // geocities.com/al-quran.indo.