“RESPONSE TO THE
RELIGIOUS SOUL”
( RESPON JIWA TERHADAP
AGAMA )
Oleh :
Sri Rahayu
SEKOLAH TINGGI AGAMA
ISLAM DARUL ARQAM ( STAIDA )
MUHAMMADIYAH GARUT
Jl. Bratayudha no. 39 Garut
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masalah jiwa, tentu
saja masalah kerohanian atau nyawa dalam tubuh manusia. Jiwa adalah energi
mental yang memiliki kekuatan untuk dapat memotivasi terjadinya proses perilaku
yang menjadi bentukan aktivitas yang dilakukan sehari-hari . Tanpa jiwa, tentu manusia
bukan apa-apa dan tidak disebut sebagai manusia. Karena itu mungkin jiwa adalah
bagian dari manusia yang penting.
Pemahaman manusia tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa dari waktu ke waktu terus berkembang. Oleh karena itu, upaya penyembuhannya pun akan mengikuti perkembangan etiologinya. Maka dengan berbagai pertimbangan inilah perlu adanya kajian khusus untuk mengulasnya.
1.2. Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini selain bertujuan sebagai
syarat tuntutan akademik juga sebagai
informasi yang dapat menggambarkan kondisi jiwa seseorang ( individu )
terhadap agama, yang mana seperti kita ketahui bahwa jiwa itu bagai air yang
pasang surut dan tak mudah digenggam tetapi keberadaannya merupakan unsur
penting dalam kehidupan.
1.3. Rumusan Masalah
Dalam makalah
ini penulis akan merumuskan bahasan mengenai hal-hal berikut :
a.
bagaimana gambaran jiwa seseorang dalam menanggapi kebutuhannya,
b. bagaimana cara jiwa untuk
mencari apa yang dibutuhkannya ( agama ),
c. bagaimana respon jiwa ketika
agama mulai merasuk secara sakral,
d. apa yang menjadi pendorong “penerimaan agama” dalam jiwa, dan
e. bagaimana peran agama dalam jiwa
seseorang
1.4. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan
sistematika sebagai berikut :
◦ Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang
penulisan, tujuan penulisan dan rumusan masalah
◦
Bab II Pembahasan berisi tentang
Pokok kajian Penulis, dan
◦
Bab III Penutup yang berisi kesimpulan dan Saran.
BAB
II
RESPON
JIWA TERHADAP AGAMA
2.1. Jiwa
Jiwa menurut
KBBI adalah seluruh kehidupan batin
manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan lain-lain.
Manusia secara fitrah telah diciptakan
dalam keadaan keluh kesah sehingga tidak heran bila kedamaian dan ketenangan
jiwa dan batin adalah dambaan setiap insan, berbagai macam cara ditempuh guna
meraih tujuan tersebut, ada yang menganggap bahwa ketenangan dapat diraih
dengan berekreasi, berkumpul dengan teman dan handai tolan, bernyayi,
mengungkapkan perasaan kepada orang lain atau lewat tulisan, bahkan sering
dijumpai, sebagian orang mencari ketenangan dengan mengumpulkan harta, dengan
harta tersebut apapun dapat dibeli dan diperoleh, dengan harta mereka
menghabiskan waktu dengan berpoya-poya sambil melakukan maksiat, namun pada
hakekatnya ketenangan jiwa itu tidak dapat diraih hanya dengan materi saja
melainkan itu adalah anugrah dari Allah yang didapati melalui upaya-upaya
penghambaan kepada-Nya.
Allah
sangat menghargai jiwa yang damai dan tenang, bahkan jiwa tersebut akan
dipanggil dengan panggilan cinta-Nya, Allah berfirman “wahai jiwa yang
tenang! Kembalilah engkau keharibaan Tuhan-Mu dengan rido dan diridhoi,
masuklah kedalam golongan hambaku yang shaleh dan masuklah kedalam surgaku”
(al-Fajr: 27-30).
Pada dasarnya, terdapat dua aliran yang membicarakan
tentang jiwa, yaitu aliran materialisme (maddiyah) dan Spiritualisme
(ruhaniyah). Aliran materialisme yang didominasi oleh filsafat atomisme
menyatakan bahwa hakikat yang ada di alam semesta ini adalah jawhar dan ‘aradh.
Terkait hal itu maka badan (tubuh jasadi) disempurnakan dengan jiwa atau ruh
sebagai sifat abstraktif secara kontinyu tanpa batas. Sementara Aliran
Spiritualisme berkeyakinan bahwa jiwa atau ruh merupakan substansi (jawhar)
yang bertabi’at ketuhanan yang tidak akan hancur ketika badan jasmani mengalami
kematian. Aliran ini dianut oleh mayoritas sunni yang dikuatkan oleh Imam
Al-Haramain dan didukung oleh Al-Ghazali.
Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat-sifat
jiwa manusia antara lain: bertabi’at ilahiyah, memiliki rasa rindu dengan kebaikan
dan kesucian sehingga ia menerima sinaran cahaya Tuhan, ingin selalu kembali ke
alam atas mendekatkan diri pada tuhannya yang Maha Suci. Jiwa yang terkekang
dengan dorongan keinginan tubuh jasadiyah yang bersifat materil mengakibatkan
jiwa tidak dapat merasakan dan mengalami kenikmatan dan ketentraman.
Al-Ghazali melihat manusia sebagai makhluq
jasmani-ruhani, dan aspek ruhanilah sebagai hakikatnya. Menurutnya, jiwa
terstruktur oleh 4 oknum, yaitu : al-qalb, al-ruh, al-nafs dan al-’aql dimana
masing-masing oknum memiliki dua dimensi makna, yakni makna spiritual dan
material.
a.
Al- Qalb
Al-qalb secara material bermakna jantung, segumpal darah
disebut dengan ”hati sanubari” yang menjadi pusat daya hidup (nyawa). Sedangkan
secara spiritual adalah kekuatan yang sangat halus (latifah), bersifat
ilahiyah, pusat kesadaran tertinggi yang disebut dengan ”hati nurani” yang
menjadi hakikat manusia itu sendiri.
b.
Al- Ruh
Al-ruh secara material bermakna daya hidup sebagai hasil
sintesa kimiawi darah hitam yang terdistribusikan melalui kekuatan jantung.
Sementara secara spiritual adalah pusat kesadaran yang mampu menangkap
signal-signal kebenaran ilahiyah.
c.
Al-Nafs
Al-nafs secara material adalah kekuatan hidup yang beraktus
sebagai insting-insting dan dorongan hidup biologis-jasmaniyah yang menunjukkan
potensinya untuk terjerumus dalam dorongan-dorongan rendah kebinatangan. Secara
spiritual, al-nafs bermakna totalitas kesadaran pribadi yang memiliki rasa
harga diri yang menunjukkan potensi jiwa untuk meraih kualitas tertinggi,
mencapai kesempurnaan.
d.
A-‘aql
Al-’aql, secara material adalah perangkat
fisik untuk memahami sesuatu yang terdapat dalam kekuatan nurani (al-qalb
al-nurani), terhubung dengan otak (al-dimagh). Sedangkan secara spiritual,
ialah totalitas kesadaran manusia akan konsep-konsep tertinggi sehingga menjadi
sumber motif ketunduk-patuhan pada nilai kebenaran ilahiyah. Al-’aql yang
mengandung daya kontrol kebenaran merupakan hakikat manusia itu sendiri
2.2. Agama
Agama menurut
KBBI adalah ajaran atau system yang
mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan YME serta tata kaidah yang
berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Ciri-ciri aktivitas beragama
diantaranya adalah sebagai berikut :
a. Adanya
kepercayaan kepada yang absolut yang dianggap Maha,
b. Adanya
penghormatan terhadap roh
c. Adanya
kebaktian / pemraktekan ibadah
d. Adanya
upaya pencarian keselamatan ( do’a ), dll.
Beberapa
Tujuan agama diantaranya adalah sebagai berikut :
· Menegakan kepercayaan manusia hanya
kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
· Mengatur kehidupan manusia di
dunia,agar kehidupan teratur dengan baik, sehingga dapat mencapai
kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
· Menjunjung tinggi dan melaksanakan
peribadatan hanya kepada Allah.
· Menyempurnakan akhlak manusia.
Menurut
para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L
Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi
umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan
sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan
kemanusiaan.
Masalahnya,
di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi.
Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan
menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian
dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
2.3. Respon
Jiwa Terhadap Agama
Apakah manusia dapat melepaskan diri dari
agama?” Atau, “Adakah alternatif lain yang dapat menggantikannya?” Dalam
pandangan Islam, keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri
manusia dan terbawa sejak kelahirannya)
Fitrah
Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu (QS Ad-Rum [30]: 30). Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan menciptakan
demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.
Jika Anda membayangkan bahwa Anda terasing
dengan orang-orang di sekitar Anda, mungkin Anda bisa mengalihkannya dengan
sibuk dengan diri sendiri. Tetapi, bagaimana jika Anda terasing dengan diri
Anda sendiri? Degradasi moral sering terjadi karena manusia tidak mampu
mengatasi penyakit jiwa manusia modern ini. Narkotika, seks bebas, bahkan bunuh
diri sering menjadi pelarian. Hidup tampaknya menjadi tidak berarti lagi.
Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini
akan bangkit dan memeluk suatu keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan
membuat hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan, yaitu kembali
kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau konversi. Dalam bahasa agama
disebut pertobatan (taubat, metanoia).
Wiliam
James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, secara garis Besar
sikap dan perilaku keagamaan dapat digolongkan menjadi dua tipe:
1). Tipe
orang yang sakit jiwa (The sick soul)
Menurut
William james, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ditemui pada orang yang
pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu misal
seseorang menyakinkan suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin
antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah. konflik batin atau pun sebab
lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.
2). Tipe
orang yang sehat jiwa (Healthy-Mindednes)
Ciri
dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut N. Star buck yang
dikemukankan oleh W. Houston clark dalam bukunya Religion Psychology adalah
Optimis dan gembira.
Orang
yang sehat jiwanya menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan
optimis. pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang
diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap
sebagai keteledoran dan kesalahan yang di buatnya tidak beranggapan sebagai
peringatan Tuhan terhadap dosa manusia, mereka yakin bahwa Tuhan bersifat
pengasih dan penyayang dan bukan pemberi azab.
2.4. Peranan Agama dalam Jiwa
a. Agama bagi kehidupan
Ada
beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan
manusia, antara lain adalah :
· Karena agama merupakan sumber moral
· Karena agama merupakan petunjuk
kebenaran
· Karena agama merupakan sumber
informasi tentang masalah metafisika.
· Karena agama memberikan bimbingan
rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
Manusia
sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta
tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran,
penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
Dalam
keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam
godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan
daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
·
Godaan
dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang
menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak
Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah
ataukebaikan.
·
Godaan
dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut
istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang
berusaha menarik manusia kepada kejahatan
Disinilah
letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan
yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
b. Agama bagi kesehatan mental dan ketenangan
jiwa
Sejumlah
kasus yang menunjukkan adannya hubungan antara faktor kenyakinan dengan
kesehatan mental jiwa atau mental tampaknya sudah disadari pada ilmuan beberapa
abad yang lalu. Misalnya pernyataan Carel Gustav Jung "diantara pasien
saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya
yang tidak dilartar belakangi oleh aspek agama. Di samping beberapa isilah
kesehatan mental tersebut, didalam al-qur'an juga banyak terdapat ayat-ayat
yang berkaitan dengan uraian definisei kesehatn mental, meliputi hubunan
manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan dan Tuhan, yang
kesemuanya dtujukan untuk mendapatkan hidup bermakna dan bahagia didunia dan
diakhirat.
Dengan
demikian jiwa yang sehat itu menurut imam al-Ghazali, jika ia dihiasi dengan
empat induk kesalehan, yakni hikmah, kesederhanaan ('iffah), keberanian
(syaja'ah) dan keadilan ('adalah). Beliau menj elaskan bahwa kerelaan memaafkan
orang yang telah menzaliminya adalah kesabaran dan keberanian (syaja'ah) yang
sempurna. Kesempurnaan 'iffah terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada
orang yang terus berbuat kikir terhadapnya. Sedangkan kesediaan untuk tetap
menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah memutuskan tali persaudaraan
adalah wujud dari ihsan yang sempurna. (lihat: Mizanul 'Amal). Sebaliknya,
ciri-ciri jiwa yang sakit adalah kosongnya jiwa dari keempat induk kesalehan di
atas.
Psikiater terkemuka Prof Dr dr Dadang
Hawari menyatakan, agama sangat bermanfaat untuk dijadikan terapi dan
memelihara kesehatan jiwa. Agama, kata Prof Hawari, dapat
dimanfaatkan para psikiater dalam mengobati pasien yang mengalami gangguan
kejiwaan melalui konsep biology, psychology, social, and spiritual
(BPSS).
Integrasi agama ke dalam pengobatan
sebenarnya sudah dikenal secara luas. Pada tahun 1984, misalnya, Badan
Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan dimensi spiritual keagamaan sama
pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis, dan psikososial. Seiring dengan itu,
terapi-terapi yang dilakukan pun mulai menggunakan dimensi spiritual keagamaan.
Terapi yang demikian disebut terapi holistik, artinya terapi yang melibatkan
fisik, psikologis, psikososial, dan spiritual.
"Integrasi ini telah disampaikan dalam berbagai
konferensi internasional di bidang ilmu kedokteran jiwa (psychiatry)
dan kesehatan jiwa (mental health)," ujar psikiater senior
kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, itu yang kini berada di Yunani untuk
bersilaturahim dengan masyarakat Indonesia di Athena. Untuk itu, dalam menganalisa seorang
pasien yang mengalami masalah kejiwaan, para dokter juga harus meneliti pasien
dari sisi agamanya. Dalam praktiknya selama ini, konsep ini sangat membantu
kesembuhan pasien-pasiennya.
Semua Agama, lanjut Prof Hawari, sudah
secara jelas menyiratkan perintah dan larangan bagi pengikutnya dan merupakan
petunjuk hidup yang harus dijalankan secara benar. Dalam lingkup agama
Islam, misalnya, rukun Islam dan rukun iman merupakan pedoman hidup dalam
berumah tangga dan bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Dengan menjalankan rukun Islam dan rukun iman, seorang Muslim mampu
mengendalikan diri dan tercegah dari segala perbuatan keji dan munkar.
Menurut Prof Hawari, orang yang
benar-benar meyakini rukun iman tersebut dapat terpelihara jiwanya dari kelima
hal yang merusak jiwa atau juga dikenal dengan istilah mo-limo
(5-M). Lima hal tersebut adalah madat alias narkotika, minuman keras yang
dapat merusak jiwa dan raga manusia, main judi yang membawa kerugian moril
maupun materiil bagi bangsa, maling termasuk di antaranya korupsi, dan madon
atau main perempuan, prostitusi, pelacuran, dan penyimpangan seksual lainnya.
Untuk itu, ia mengajak masyarakat menekuni
ajaran dan aturan agama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
Kepada warga beragama Islam, mempelajari dan menjadikan Alquran sebagai rujukan
bagi tiap persoalan yang dihadapi dalam berkehidupan dan bermasyarakat.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah mengetahui
sumber yang berakar dari gambaran
“jiwa”, maka pantaslah agama menjadi factor kebutuhan atau bisa disebut sebagai “makanan”
penting bagi jiwa. karena agama memimlki banyak peran yang menjadi kekuatan
agar jiwa itu dapat hidup dan berdiri tegak meniti kehidupan. Dengan agama, jiwa dapat merasakan nilai
baik buruknya suatu tindakan manusia sehingga keinginan akan rasa aman dan
damai lah yang menjadikannya motivasi untuk bertindak benar yaitu lewat ajaran
agama.
3.2. Saran
Karena “jiwa” dan “agama” merupakan satu
kesatuan yang saling menunjanng bagi aspek kehidupan kita, maka penting juga
kirannya bagi mereka ( khalayak umum ) untuk bisa memperdalam pengetahuan yang
penting ini sebagai bekal dan jawaban dari berbagai persoalan yang datang baik
yang sedang atau akan menimpa.
Kita adalah pelaku kehidupan itu, hendaklah
ilmu itu menjadi penerang bagi diri orang lain maupun diri kita sendiri. Maka
dari itu “ Kembangkanlah !”
DAFTAR
PUSTAKA
-
Dep
Pen DIKNAS. Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka
-
Sobur,
Alex. Psikologi Umum. 2003. Bandung :
Pustaka Setia.
-
http://
health.kompas.com/read/2011/06/09/1457224/agama-sumber-kesehatan
-
http://
abdain.wordpress.com/2010/04/11-fungsi agama bagi kehidupan
-
http://
media fitrah.wordpress.com/2010/05/29/menggapai ketenangan jiwa
-
http://
Sabili.co.id/tafakur/jiwa yang sehat-menurut-imam-al-ghazali
Tidak ada komentar:
Posting Komentar