Kamis, 14 Juni 2012

UAS - Media Pembelajaran


“RESPONSE TO THE RELIGIOUS SOUL”
( RESPON JIWA TERHADAP AGAMA )

Oleh :
Sri Rahayu


SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM ( STAIDA ) 
MUHAMMADIYAH GARUT
Jl. Bratayudha no. 39 Garut




BAB I
PENDAHULUAN
1.1.  Latar Belakang
Masalah jiwa, tentu saja masalah kerohanian atau nyawa dalam tubuh manusia. Jiwa adalah energi mental yang memiliki kekuatan untuk dapat memotivasi terjadinya proses perilaku yang menjadi bentukan aktivitas yang dilakukan sehari-hari . Tanpa jiwa, tentu manusia bukan apa-apa dan tidak disebut sebagai manusia. Karena itu mungkin jiwa adalah bagian dari manusia yang penting.

     Pemahaman manusia tentang sebab-sebab terjadinya gangguan jiwa dari waktu ke waktu terus berkembang. Oleh karena itu, upaya penyembuhannya pun akan mengikuti perkembangan etiologinya. Maka dengan berbagai pertimbangan inilah perlu adanya kajian khusus untuk mengulasnya.

1.2.  Tujuan Penulisan
Penulisan makalah ini selain bertujuan sebagai syarat tuntutan akademik juga sebagai  informasi yang dapat menggambarkan kondisi jiwa seseorang ( individu ) terhadap agama, yang mana seperti kita ketahui bahwa jiwa itu bagai air yang pasang surut dan tak mudah digenggam tetapi keberadaannya merupakan unsur penting dalam kehidupan.


1.3.  Rumusan Masalah
Dalam makalah ini penulis akan merumuskan bahasan mengenai hal-hal berikut :
a.  bagaimana gambaran jiwa seseorang dalam menanggapi kebutuhannya,
b. bagaimana cara jiwa untuk mencari apa yang dibutuhkannya ( agama ),
c. bagaimana respon jiwa ketika agama mulai merasuk secara sakral,
d. apa  yang menjadi  pendorong “penerimaan agama” dalam jiwa, dan
e. bagaimana peran agama dalam jiwa seseorang
1.4.  Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun berdasarkan sistematika sebagai berikut :
◦  Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang penulisan, tujuan penulisan dan rumusan masalah
◦   Bab II Pembahasan berisi  tentang Pokok kajian Penulis, dan
◦   Bab III Penutup yang berisi kesimpulan dan Saran.



















BAB II
RESPON JIWA  TERHADAP AGAMA
2.1.  Jiwa
Jiwa menurut KBBI  adalah seluruh kehidupan batin manusia yang terjadi dari perasaan, pikiran, angan-angan, dan lain-lain.
Manusia secara fitrah telah diciptakan dalam keadaan keluh kesah sehingga tidak heran bila kedamaian dan ketenangan jiwa dan batin adalah dambaan setiap insan, berbagai macam cara ditempuh guna meraih tujuan tersebut, ada yang menganggap bahwa ketenangan dapat diraih dengan berekreasi, berkumpul dengan teman dan handai tolan, bernyayi, mengungkapkan perasaan kepada orang lain atau lewat tulisan, bahkan sering dijumpai, sebagian orang mencari ketenangan dengan mengumpulkan harta, dengan harta tersebut apapun dapat dibeli dan diperoleh, dengan harta mereka menghabiskan waktu dengan berpoya-poya sambil melakukan maksiat, namun pada hakekatnya ketenangan jiwa itu tidak dapat diraih hanya dengan materi saja melainkan itu adalah anugrah dari Allah yang didapati melalui upaya-upaya penghambaan kepada-Nya.

      Allah sangat menghargai jiwa yang damai dan tenang, bahkan jiwa tersebut akan dipanggil dengan panggilan cinta-Nya, Allah berfirman “wahai jiwa yang tenang! Kembalilah engkau keharibaan Tuhan-Mu dengan rido dan diridhoi, masuklah kedalam golongan hambaku yang shaleh dan masuklah kedalam surgaku” (al-Fajr: 27-30).

Pada dasarnya, terdapat dua aliran yang membicarakan tentang jiwa, yaitu aliran materialisme (maddiyah) dan Spiritualisme (ruhaniyah). Aliran materialisme yang didominasi oleh filsafat atomisme menyatakan bahwa hakikat yang ada di alam semesta ini adalah jawhar dan ‘aradh. Terkait hal itu maka badan (tubuh jasadi) disempurnakan dengan jiwa atau ruh sebagai sifat abstraktif secara kontinyu tanpa batas. Sementara Aliran Spiritualisme berkeyakinan bahwa jiwa atau ruh merupakan substansi (jawhar) yang bertabi’at ketuhanan yang tidak akan hancur ketika badan jasmani mengalami kematian. Aliran ini dianut oleh mayoritas sunni yang dikuatkan oleh Imam Al-Haramain dan didukung oleh Al-Ghazali.

Al-Ghazali menjelaskan bahwa sifat-sifat jiwa manusia antara lain: bertabi’at ilahiyah, memiliki rasa rindu dengan kebaikan dan kesucian sehingga ia menerima sinaran cahaya Tuhan, ingin selalu kembali ke alam atas mendekatkan diri pada tuhannya yang Maha Suci. Jiwa yang terkekang dengan dorongan keinginan tubuh jasadiyah yang bersifat materil mengakibatkan jiwa tidak dapat merasakan dan mengalami kenikmatan dan ketentraman.
Al-Ghazali melihat manusia sebagai makhluq jasmani-ruhani, dan aspek ruhanilah sebagai hakikatnya. Menurutnya, jiwa terstruktur oleh 4 oknum, yaitu : al-qalb, al-ruh, al-nafs dan al-’aql dimana masing-masing oknum memiliki dua dimensi makna, yakni makna spiritual dan material.

a.       Al- Qalb
     Al-qalb secara material bermakna jantung, segumpal darah disebut dengan ”hati sanubari” yang menjadi pusat daya hidup (nyawa). Sedangkan secara spiritual adalah kekuatan yang sangat halus (latifah), bersifat ilahiyah, pusat kesadaran tertinggi yang disebut dengan ”hati nurani” yang menjadi hakikat manusia itu sendiri.

b.      Al- Ruh
     Al-ruh secara material bermakna daya hidup sebagai hasil sintesa kimiawi darah hitam yang terdistribusikan melalui kekuatan jantung. Sementara secara spiritual adalah pusat kesadaran yang mampu menangkap signal-signal kebenaran ilahiyah.

c.       Al-Nafs
      Al-nafs secara material adalah kekuatan hidup yang beraktus sebagai insting-insting dan dorongan hidup biologis-jasmaniyah yang menunjukkan potensinya untuk terjerumus dalam dorongan-dorongan rendah kebinatangan. Secara spiritual, al-nafs bermakna totalitas kesadaran pribadi yang memiliki rasa harga diri yang menunjukkan potensi jiwa untuk meraih kualitas tertinggi, mencapai kesempurnaan.

d.      A-‘aql
Al-’aql, secara material adalah perangkat fisik untuk memahami sesuatu yang terdapat dalam kekuatan nurani (al-qalb al-nurani), terhubung dengan otak (al-dimagh). Sedangkan secara spiritual, ialah totalitas kesadaran manusia akan konsep-konsep tertinggi sehingga menjadi sumber motif ketunduk-patuhan pada nilai kebenaran ilahiyah. Al-’aql yang mengandung daya kontrol kebenaran merupakan hakikat manusia itu sendiri

2.2. Agama
Agama menurut KBBI  adalah ajaran atau system yang mengatur tata keimanan dan peribadatan kepada Tuhan YME serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan manusia dan manusia serta lingkungannya.
Ciri-ciri aktivitas beragama diantaranya adalah sebagai berikut :
a.    Adanya kepercayaan kepada yang absolut yang dianggap Maha,
b.   Adanya penghormatan terhadap roh
c.    Adanya kebaktian / pemraktekan ibadah
d.   Adanya upaya pencarian keselamatan ( do’a ), dll.

Beberapa Tujuan agama diantaranya adalah sebagai berikut :
·      Menegakan kepercayaan manusia hanya kepada Allah,Tuhan Yang Maha Esa (tahuit).
·      Mengatur kehidupan manusia di dunia,agar kehidupan teratur dengan  baik, sehingga dapat mencapai kesejahterahan hidup, lahir dan batin, dunia dan akhirat.
·      Menjunjung tinggi dan melaksanakan peribadatan hanya kepada Allah.
·      Menyempurnakan akhlak manusia.
     Menurut para peletak dasar ilmu sosial seperti Max Weber, Erich Fromm, dan Peter L Berger, agama merupakan aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Bagi umumnya agamawan, agama merupakan aspek yang paling besar pengaruhnya –bahkan sampai pada aspek yang terdalam (seperti kalbu, ruang batin)– dalam kehidupan kemanusiaan.
    Masalahnya, di balik keyakinan para agamawan ini, mengintai kepentingan para politisi. Mereka yang mabuk kekuasaan akan melihat dengan jeli dan tidak akan menyia-nyiakan sisi potensial dari agama ini. Maka, tak ayal agama kemudian dijadikan sebagai komoditas yang sangat potensial untuk merebut kekuasaan.
2.3.  Respon Jiwa Terhadap Agama
    Apakah manusia dapat melepaskan diri dari agama?” Atau, “Adakah alternatif lain yang dapat menggantikannya?” Dalam pandangan Islam, keberagamaan adalah fithrah (sesuatu yang melekat pada diri manusia dan terbawa sejak kelahirannya)
         Fitrah Allah yang menciptakan manusia atas fitrah itu (QS Ad-Rum [30]: 30). Ini berarti manusia tidak dapat melepaskan diri dari agama. Tuhan menciptakan demikian, karena agama merupakan kebutuhan hidupnya.

    Jika Anda membayangkan bahwa Anda terasing dengan orang-orang di sekitar Anda, mungkin Anda bisa mengalihkannya dengan sibuk dengan diri sendiri. Tetapi, bagaimana jika Anda terasing dengan diri Anda sendiri? Degradasi moral sering terjadi karena manusia tidak mampu mengatasi penyakit jiwa manusia modern ini. Narkotika, seks bebas, bahkan bunuh diri sering menjadi pelarian. Hidup tampaknya menjadi tidak berarti lagi. Mereka yang tertolong atau segera menemukan pencerahan dari kekelaman jiwa ini akan bangkit dan memeluk suatu keyakinan yang baru. Suatu keyakinan yang akan membuat hidupnya terasa lebih berarti, hidup yang bertujuan, yaitu kembali kepada Tuhannya. Terjadilah pembalikan arah, atau konversi. Dalam bahasa agama disebut pertobatan (taubat, metanoia).

     Wiliam James dalam bukunya The Varieties of Religious Experience, secara garis Besar sikap dan perilaku keagamaan dapat digolongkan menjadi dua tipe:

1). Tipe orang yang sakit jiwa (The sick soul)
Menurut William james, sikap keberagamaan orang yang sakit jiwa ditemui pada orang yang pernah mengalami latar belakang kehidupan keagamaan yang terganggu misal seseorang menyakinkan suatu agama dikarenakan oleh adanya penderitaan batin antara lain mungkin diakibatkan oleh musibah. konflik batin atau pun sebab lainnya yang sulit diungkapkan secara ilmiah.

2). Tipe orang yang sehat jiwa (Healthy-Mindednes)
Ciri dan sifat agama pada orang yang sehat jiwa menurut N. Star buck yang dikemukankan oleh W. Houston clark dalam bukunya Religion Psychology adalah Optimis dan gembira.
Orang yang sehat jiwanya menghayati segala bentuk ajaran agama dengan perasaan optimis. pahala menurut pandangannya adalah sebagai hasil jerih payahnya yang diberikan Tuhan. Sebaliknya, segala bentuk musibah dan penderitaan dianggap sebagai keteledoran dan kesalahan yang di buatnya tidak beranggapan sebagai peringatan Tuhan terhadap dosa manusia, mereka yakin bahwa Tuhan bersifat pengasih dan penyayang dan bukan pemberi azab.

2.4.  Peranan Agama dalam Jiwa
a. Agama bagi kehidupan
Ada beberapa alasan tentang mengapa agama itu sangat penting dalam kehidupan manusia, antara lain adalah :
·      Karena agama merupakan sumber moral
·      Karena agama merupakan petunjuk kebenaran
·      Karena agama merupakan sumber informasi tentang masalah metafisika.
·      Karena agama memberikan bimbingan rohani bagi manusia baik di kala suka, maupun di kala duka.
    Manusia sejak dilahirkan ke dunia ini dalam keadaan lemah dan tidak berdaya, serta tidak mengetahui apa-apa sebagaimana firman Allah dalam Q. S. al-Nahl (16) : 78
Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak tahu apa-apa. Dia menjadikan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati, tetapi sedikit di antara mereka yang mensyukurinya.
     Dalam keadaan yang demikian itu, manusia senantiasa dipengaruhi oleh berbagai macam godaan dan rayuan, baik dari dalam, maupun dari luar dirinya. Godaan dan rayuan daridalam diri manusia dibagi menjadi dua bagian, yaitu
·      Godaan dan rayuan yang berysaha menarik manusia ke dalam lingkungan kebaikan, yang menurut istilah Al-Gazali dalam bukunya ihya ulumuddin disebut dengan malak Al-hidayah yaitu kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada hidayah ataukebaikan.
·      Godaan dan rayuan yang berusaha memperdayakan manusia kepada kejahatan,yang menurut istilah Al-Gazali dinamakan malak al-ghiwayah, yakni kekuatan-kekuatan yang berusaha menarik manusia kepada kejahatan
   Disinilah letak fungsi agama dalam kehidupan manusia, yaitu membimbing manusia kejalan yang baik dan menghindarkan manusia dari kejahatan atau kemungkaran.
b.  Agama bagi kesehatan mental dan ketenangan jiwa
     Sejumlah kasus yang menunjukkan adannya hubungan antara faktor kenyakinan dengan kesehatan mental jiwa atau mental tampaknya sudah disadari pada ilmuan beberapa abad yang lalu. Misalnya pernyataan Carel Gustav Jung "diantara pasien saya yang setengah baya, tidak seorang pun yang penyebab penyakit kejiwaannya yang tidak dilartar belakangi oleh aspek agama. Di samping beberapa isilah kesehatan mental tersebut, didalam al-qur'an juga banyak terdapat ayat-ayat yang berkaitan dengan uraian definisei kesehatn mental, meliputi hubunan manusia dengan dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan dan Tuhan, yang kesemuanya dtujukan untuk mendapatkan hidup bermakna dan bahagia didunia dan diakhirat.

    Dengan demikian jiwa yang sehat itu menurut imam al-Ghazali, jika ia dihiasi dengan empat induk kesalehan, yakni hikmah, kesederhanaan ('iffah), keberanian (syaja'ah) dan keadilan ('adalah). Beliau menj elaskan bahwa kerelaan memaafkan orang yang telah menzaliminya adalah kesabaran dan keberanian (syaja'ah) yang sempurna. Kesempurnaan 'iffah terlihat dengan kemauan untuk tetap memberi pada orang yang terus berbuat kikir terhadapnya. Sedangkan kesediaan untuk tetap menjalin silaturrahim terhadap orang yang sudah memutuskan tali persaudaraan adalah wujud dari ihsan yang sempurna. (lihat: Mizanul 'Amal). Sebaliknya, ciri-ciri jiwa yang sakit adalah kosongnya jiwa dari keempat induk kesalehan di atas. 

Psikiater terkemuka Prof Dr dr Dadang Hawari menyatakan, agama sangat bermanfaat untuk dijadikan terapi dan memelihara kesehatan jiwa.  Agama, kata Prof Hawari, dapat dimanfaatkan para psikiater dalam mengobati pasien yang mengalami gangguan kejiwaan melalui konsep  biology, psychology, social, and spiritual (BPSS).
    Integrasi agama ke dalam pengobatan sebenarnya sudah dikenal secara luas. Pada tahun 1984, misalnya, Badan Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan dimensi spiritual keagamaan sama pentingnya dengan dimensi fisik, psikologis, dan psikososial. Seiring dengan itu, terapi-terapi yang dilakukan pun mulai menggunakan dimensi spiritual keagamaan. Terapi yang demikian disebut terapi holistik, artinya terapi yang melibatkan fisik, psikologis, psikososial, dan spiritual.

    "Integrasi ini telah disampaikan dalam berbagai konferensi internasional di bidang ilmu kedokteran jiwa (psychiatry) dan kesehatan jiwa (mental health)," ujar psikiater senior kelahiran Pekalongan, Jawa Tengah, itu yang kini  berada di Yunani untuk bersilaturahim dengan masyarakat Indonesia di Athena. Untuk itu, dalam menganalisa seorang pasien yang mengalami masalah kejiwaan, para dokter juga harus meneliti pasien dari sisi agamanya. Dalam praktiknya selama ini, konsep ini sangat membantu kesembuhan pasien-pasiennya.    
     Semua Agama, lanjut Prof Hawari, sudah secara jelas menyiratkan perintah dan larangan bagi pengikutnya dan merupakan petunjuk hidup yang harus dijalankan secara benar.  Dalam lingkup agama Islam, misalnya, rukun Islam dan rukun iman merupakan pedoman hidup dalam berumah tangga dan bermasyarakat untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat. Dengan menjalankan rukun Islam dan rukun iman, seorang Muslim mampu mengendalikan diri dan tercegah dari segala perbuatan keji dan munkar.

      Menurut Prof Hawari, orang yang benar-benar meyakini rukun iman tersebut dapat terpelihara jiwanya dari kelima hal yang merusak jiwa atau juga dikenal dengan istilah mo-limo (5-M).  Lima hal tersebut adalah madat alias narkotika, minuman keras yang dapat merusak jiwa dan raga manusia, main judi yang membawa kerugian moril maupun materiil bagi bangsa, maling termasuk di antaranya korupsi, dan madon atau main perempuan, prostitusi, pelacuran, dan penyimpangan seksual lainnya.
      Untuk itu, ia mengajak masyarakat menekuni ajaran dan aturan agama sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing. Kepada warga beragama Islam, mempelajari dan menjadikan Alquran sebagai rujukan bagi tiap persoalan yang dihadapi dalam berkehidupan dan bermasyarakat.












BAB III
PENUTUP
3.1.  Kesimpulan
       Setelah mengetahui sumber yang berakar dari gambaran  “jiwa”, maka pantaslah agama menjadi factor  kebutuhan atau bisa disebut sebagai “makanan” penting bagi jiwa. karena agama memimlki banyak peran yang menjadi kekuatan agar jiwa itu dapat hidup dan berdiri tegak meniti kehidupan. Dengan agama, jiwa dapat merasakan nilai baik buruknya suatu tindakan manusia sehingga keinginan akan rasa aman dan damai lah yang menjadikannya motivasi untuk bertindak benar yaitu lewat ajaran agama.

3.2.  Saran
     Karena “jiwa” dan “agama” merupakan satu kesatuan yang saling menunjanng bagi aspek kehidupan kita, maka penting juga kirannya bagi mereka ( khalayak umum ) untuk bisa memperdalam pengetahuan yang penting ini sebagai bekal dan jawaban dari berbagai persoalan yang datang baik yang sedang atau akan menimpa.
     Kita adalah pelaku kehidupan itu, hendaklah ilmu itu menjadi penerang bagi diri orang lain maupun diri kita sendiri. Maka dari itu “ Kembangkanlah !”





DAFTAR  PUSTAKA
-                   Dep Pen DIKNAS.  Kamus Besar Bahasa Indonesia. 2001. Jakarta: Balai Pustaka
-                   Sobur, Alex. Psikologi Umum. 2003. Bandung : Pustaka Setia.
-                   http:// health.kompas.com/read/2011/06/09/1457224/agama-sumber-kesehatan
-                   http:// wattpad.com/2436403- antara- jiwa-dan-agama
-                   http:// abdain.wordpress.com/2010/04/11-fungsi agama bagi kehidupan
-                   http://hbis.wordpress.com/category/ilmu jiwa- agama
-                   http:// media fitrah.wordpress.com/2010/05/29/menggapai ketenangan jiwa
-                   http:// Sabili.co.id/tafakur/jiwa yang sehat-menurut-imam-al-ghazali



Tidak ada komentar:

Posting Komentar