“Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosi
Remaja”
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas MK Psikologi
Perkembangan Peserta Didik
Oleh :
Sri Rahayu
NIM : P.10.14879
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL
ARQAM ( STAIDA )
MUHAMMADIYAH GARUT
Jln. Bratayudha No. 39
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
Wr.Wb.
Segala Puji dan Keagungan hanya milik
Allah, Dia-lah yang Maha mengetahui semua pembendaharaan ilmu. Dan
Alhamdulillah dengan izin-Nya pula kami diberi kesehatan yang tak ternilai
sehingga kami bisa ikut serta dalam mencari dan menelaah suatu ilmu. Sholawat
serta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita Rasulullah Muhammad
SAW sampai kepada kita semua selaku umatnya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima
kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada Bpk.Ahmad Matin
Spd, selaku Dosen Mata Kuliah Psikologi
yang telah memberikan motivasi kepada kami untuk menelaah suatu ilmu.
Adapun judul bahasan yang kami kaji
dalam makalah ini adalah “ Dampak
Perceraian Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi Remaja” yang Insya Allah dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Mohon maaf apabila terdapat banyak
kekurangan, semoga sekecil apapun bentuk kekurangan itu semoga menjadi
perhatian baik para pembaca maupun pengkaji bahasa.
Wassalamu’alaikum
Wr.Wb.
Garut, Juni
2012
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sebagian
besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi
usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru.
Pola emosi masa remaja yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih
sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lain-lain perlu dicermati dan
dipahami dengan baik (Hurlock, 1992).
Emosi bisa
terjadi dalam berbagai keadaan psikologis. Bisa jadi Emosi muncul dikarenakan
masalah dalam Keluarga pergaulan dengan teman, masalah sekolah, perubahan
bagian-bagian tubuh, atau karena masalah sosial yang terjadi di
sekelilingnya.Dalam penelitian Kualitatif ini kita akan lebih banyak membahas
Emosi yang berkaitan dengan Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Emosi
Remaja. Tujuannya tak lain adalah agar kita bisa lebih memahami Emosi
Remaja. Memahami emosi remaja adalah satu keperluan kepada orang dewasa ketika
mendidik golongan remaja. Orang tua memahami keadaan anak yang sedang mengalami
kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan
segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Itulah sebabnya
bentuk emosi pada zaman remaja banyak bergantung kepada apa yang dipelajarinya
daripada masyarakat sekeliling.
Perceraian
pasangan suami-istri seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang
terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak terutama pada masa remaja awal.
Perceraian dan perpisahan orangtua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi
pembentukan perilaku dan kepribadian, termasuk juga mempengaruhi emosinya.
Secara psikologis, anak terikat pada kedua orang tuanya, jika orang tuanya
bercerai, seperti separuh kepribadiannya dirobek, hal ini akan berpengaruh
terhadap emosinya.
B. Identifikasi
Masalah
Sesuai
dengan latar belakang, penelitian ini akan membahas dampak perceraian orang tua
terhadap emosi remaja. Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode
“badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat
dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak
laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru,
sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi
keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun
benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke
waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru
dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).
C. Rumusan
Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan
dibahas adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan seorang
remaja ?
2. Bagaimana tingkat perkembangan emosi
remaja?
3. Bagaimana perubahan emosi yang akan
terjadi pada masa remaja ketika terjadi perceraian orangtua ? dan apa dampaknya
?
D. Tujuan Penulisan
Tujuan
dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap
emosi remaja
E. Manfaat Penulisan
Manfaat
yang dapat diambil dari penulisan makalah ini diantaranya adalah :
1.
Untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi
oleh remaja berkaitan dengan emosinya
2.
Membantu penulis menggali permasalahan yang
berkaitan dengan dampak perceraian terhadap emosi remaja
F. Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika yang diawali dengan Bab I
Pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah,
tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan Bab II yang merupakan pokok atau inti
penullisan, kemudian ditutup dengan kesimpulan dan saran.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Remaja
Remaja merupakan tahapan umur yang
datang setelah berakhirnya masa anak-anak, atau masa transisi dari anak menuju
dewasa. Dalam bukunya The First Tear of
Life, Charlote Buhler (1930), bahwa usia 14-19 tahun merupakan masa tercapainya
synthese diantara sikap kedalam batin sendiri dengan sikap keluar pada dunia
objektif. Untuk kedua kali dalam hidupnya anak bersikap subjektif, namun
subjektivitas kali ini dilakukan dengan sadar. Setelah berusia 16 tahun, remaja
ini mulai belajar melepas diri dari persoalan tentang diri sendiri, dan lebih
mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkret yang dahulu dikenalnya secara
subjektif belaka. Lambat laun terbentuklah persesuaian diantara pengarahkan
kedalam dan pengarahan diri keluar. Diantara subjek dan objek yang dihayatinya
maka terbantuklah satu synthese. ( Alex
Sobur, Psikologi Umum 2003:133 )
Masa
remaja terbagi atas tiga fase ( Alex sobur:134 ), yaitu :
1. Praremaja ( 11/12 – 13/14 )
Praremaja
mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu tahun. Untuk wanita 11/12-12/13
tahun; untuk laki-laki 12/13-13/14 tahun. Dikatakan juga sebagai fase negative,
karena kadang terlihat tingkah laku yang cenderung negative dan merupakan fase
yang sukar untuk anak dan orangtua. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh, terutama
seks juga mengganggu.
2. Remaja awal (13/14 – 17 tahun )
Perubahan-perubahan
fisik terjadi sangat pesat dan mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan emosional
dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari
identitas diri karena pada masa ini statusnya tidak jelas. Pola-pola hubungan
sosial pun mulai berubah.
3. Remaja lanjut ( 17-20/21 th )
Dirinya
ingin selalu menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan diri tapi caranya
berbeda dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat
dan mempunyai energy yang besar. Ia berusaha memantapkan identitas diri, dan
ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.
Tugas perkembangan remaja menurut
Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
·
memperluas
hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan
sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
·
memperoleh
peranan sosial
·
menerima
kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
·
memperoleh
kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
·
mencapai
kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
·
memilih
dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
·
mempersiapkan
diri dalam pembentukan keluarga
·
membentuk
sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
B. Emosi
Remaja dan Perkembangannya
1. Pengertian Emosi
Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari
bangun tidur sampai tidur kembali, kita mengalami macam-macam pengalaman yang
menimbulkan berbagai emosi pula. Lantas apakah sebenarnya yang dimaksud emosi ?
Menurut William James ( dalam Wedge,1995 ) emosi adalah
kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek
tertentu dalam lingkungannya. Crow & Crow (1962) mengartikan emosi sebagai
suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner
adjustment ( penyesuaian dari dalam ) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan
dan keselamatan individu.
Dari definisi tersebut, jelas bahwa emosi tidak selalu
jelek. Emosi, bila meminjam ungkapan Jalaludin Rakhmat (1994): “memberikan
bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi hidup ini kering dan gersang”
Berkaitan dengan itu, Coleman dan Hammen (1974, dalam
Rakhmat 1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi, yaitu :
a. Emosi adalah pembangkit energy
(energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau bahkan mati. Hidup berarti
merasai, mengalami, bereaksi dan bertindak.
b. Emosi sebagai pembawa informasi
(messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat diketahui dari emosi kita.
c. Emosi bukan saja pembawa informasi
dalam komunikasi intrapersonal (dari dalam diri), tetapi juga dalam komunikasi
interpersonal.
d. Emosi juga merupakan sumber
informasi tentang keberhasilan kita. Kita mencari keindahan dan mengetahui
bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri
kita.
2. Perkembangan Emosi
Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua
aspek perkembangan, yang paling sukar untuk diklasifikasi adalah perkembangan
emosional. Orang dewasa pun mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya.
Reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan,
pengalaman, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga untuk mengukurnya hampir tidak
mungkin.
Perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya
ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Dan
perkembangan-perkembangan itu bergerak dari tingkat sederhana ke tingkat yang
rumit.
Watson menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai tiga
emosi dasar, yakni :
a. Fear, yang nantinya bisa berkembang
menjadi anxiety ( cemas )
b. Rage, yang akan berkembang
antaralain menjadi anger ( marah )
c. Love, yang akan berkembang menjadi
simpati
Selanjutnya, Descartes juga mengemukakan emosi-emosi dasar
sebanyak enam macam, yakni :
-
Desire
( keinginan )
-
Hate
( benci )
-
Wonder
( kagum )
-
Sorrow
( kesedihan )
-
Love
( cinta )
-
Joy
( kegembiraan )
Semua
emosi dasar tersebut, dengan bertambahnya usia dan bertambahnya pengalaman,
akan berkembang menjadi berbagai emosi yang lebih kompleks melalui proses
conditioning dan diferensiasi.
3. Gangguan emosional
Sekarang ini banyak muncul teori yang mencoba menjelaskan
sebab musabab gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokan dalam
tiga kategori yaitu : teori lingkungan, teori afektif, dan kognitif. ( Hauck,
1967 )
a.
Teori
lingkungan
Teori ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh
berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan tersebut beranggapan
bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi.
Orang awam tidak ragu-ragu untuk mengatakan misalnya : “anak itu menangis
karena diperolok”. Ia percaya secara harfiah olok-olok itu adalah penyebab
langsung tangisan tersebut. Teori ini memang sangat masuk akal, namun hanya
sampai batas tertentu. Betapapun populernya, teori tersebut tidak cukup untuk
menerangkan secara luas gejala dari pergolakan emosional.
b.
Teori
afektif
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan yang menimbulkan
gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak ( afeksi ). Kelepasan hanya bisa
dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan
seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginan yang
berbahaya.
c.
Teori
kognitif
Menurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan
langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah
tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari
maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.
Untuk mengembalikan keseimbangan emosi, kita hanya perlu
mengidentifiasi ide-ide yang ada pada si anak, kemudian melalui penggunaan
logika yang ketat ia diperlihatkan dan diyakinkan betapa tidak rasionalnya
ide-ide tersebut, dan akhirnya dia didorong untuk berperilaku berlainan melalui
sudut pengetahuan yang baru.
C. Perceraian
Orangtua dan Dampaknya terhadap perkembangan emosi remaja
Kadangkala,
perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani
kehidupan sesuai yang mereka inginkan, namun perceraian selalu menimbulkan
akibat buruk pada anak anak mereka, meskipun dalam kasus tertentu dianggap
alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan
kehidupan pernikahan yang buruk. Biasanya dilihat saja perkembangan anak akibat
perceraian orangtuanya yaitu anak akan lebih menderita dan akan menimbulkan
trauma, sehingga anak juga akan bingung untuk memihak ayah atau ibunya. Setelah
perceraian hal akan membawa pengaruh langsung bagi anak–anak mereka terlihat
pula dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini yang diperlihatkan dengan
cara dan penyelesaian yang berbeda. Peranan lingkungan keluarga sangat penting
bagi seorang anak yang menginjak remaja, terlebih lagi pada tahun–tahun pertama
dalam kehidupannya setelah orang tuanya bercerai.
Pada awal masa remaja, banyak anak
dari keluarga-keluarga yang retak telah tersandung ke dalam sarang lebah
malapetaka kaum remaja termasuk nilai-nilai yang merosot, tingkah laku seksual
terlampau dini, penggunaan obat-obat terlarang dan tindakan kejahatan. Ada pula
sejumlah bukti, meskipun tidak begitu kuat, bahwa anak-anak dari
keluarga-keluarga dengan tingkat konflik dan perceraian yang tinggi mengalami
lebih banyak depresi, kecemasan dan menarik diri.
Tidak dapat disangkal bahwa
anak-anak menjadi sedih dan bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya.
Faktor yang paling berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan
pengaruh dan bagaimana memulihkan kembali hubungan yang baik dan stabil,
menciptakan keakraban bagi kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat
menciptakan kekuatan pada diri anak. Penggaruh ini akan tetap bertahan sampai 5
tahun berikutnya. Kebiasaan mengunjungi masih penting bagi sebagian besar anak.
Meskipun demikian, kasus perceraian itu tetap membawa dampak dalam perkembangan
sosial dan emosi anak.
Banyak para peneliti menemukan bahwa
anak yang diasuh satu orang tua akan jauh lebih baik dari pada anak yang diasuh
keluarga utuh yang diselimuti rasa tertekan. Perceraian dalam keluarga, tidaklah
selalu membawa dampak negatif. Sikap untuk menghindari suatu konflik, rasa
tidak puas. Perbedaan paham yang terus-menerus, maka peristiwa perceraian itu
satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Perceraian dalam
keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak
akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena
“Kehilangan” satu orang tua.
Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi
oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak
akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk
membantunya mengatasi kehilangan yangdialaminya selama masa sulit ini. Mereka
mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah
perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Banyak hal yang tanpa kita sadari
bahwa sedikit kesalahan orangtua dapat berakibat fatal bagi anak remaja mereka.
Kenapa bisa? Jawabannya adalah karena tingkat kelabilan emosinya belum dapat
diukur, dalam artian mereka bisa melakukan sesuatu yang spontanitas tanpa
berpikir panjang terhadap penyelesaian suatu masalah. Mereka yang sedang
mencari jati diri mereka, dimana perasaan positif dan negatif muncul sama
kuatnya baik dari dalam maupun luar mereka sendiri.
Berbagai faktor pada orangtua yang
bisa menambah seringnya anak kesal atau
marah-marah, antara lain sikap orangtua yang terlalu banyak mengkritik
tingkah laku anak, apalagi dengan adanya perpecahan dari kedua orangtuanya
sendiri, dapat berakibat pada hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak remaja yang
terjerumus pada pergaulan bebas, narkoba, bahkan bunuh diri karena hal yang
tidak mau mereka terima keadaan atau kenyataannya, dan ini adalah sebagai bukti
protes mereka.
B.
Saran
Emosi memang mempunyai daya gerak
yang besar. Namun, kita tidak dapat mengatur dan mengarahkannya sedemikian
rupa, sehingga emosi tersebut menggerakan kita kearah hidup yang lebih
menyenangkan dan lebih efesien. Memang benar pendapat Wedge (1995:17) bahwa :
“Kita tidak boleh menjadi budak dari emosi, tetapi harus menjadi tuan dari
emosi kita”. Dengan demikian, emosi menjadi modal yang besar bagi kehidupan
kita, bukannya menjadi kecenderungan yang membuat kita frustasi.
Ada beberapa saran dari penulis yang
Insya Allah dapat bermanfaat bagi remaja dan orangtua, yaitu:
Ø Binalah hubungan yang harmonis
antara orang tua dan anak
Ø Hendaknya orangtua mengikuti
perkembangan anak dengan berbagai pengetahuan yang bijak, terutama tentang
psikologi perkembangan anak
Ø Orangtua memberikan motivasi dan
mengarahkan anak untuk berpartisipasi aktif dalam organisasi keagamaan di
sekolah
Ø Orangtua harus bisa demokratis dalam
keluarga, sehingga si anak bebas mengeluarkan pendapatnya tentang berbagai
persoalan yang dialaminya
Ø Bagi remaja sendiri harus bisa
menanamkan motivasi yang kuat dalam dirinya, seperti pepatah bilang : “Motivasi
yang kuat adalah modal yang sempurna untuk menghadapi rintangan seberat
apapun”, dengan demikian apabila terjadi perceraian orang tua yang dianggapnya
menyakitkan, mereka tidak mudah drop dengan keadaan yang menimpanya.
DAFTAR PUSTAKA
-
Sobur,
Alex. Psikologi Umum. 2003. Bandung : Pustaka Setia
-
Dep.Pendidikan
Nasional. KBBI edisi ketiga. 2001.
Jakarta : Balai Pustaka
-
http://koleksi-pengetahuan-wordpress.com/2010/04/02/032-dampak-perceraian orangtua-terhadap-penyesuaian diri-
remaja-awal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar