Minggu, 10 Juni 2012

UAS - Media Pembelajaran


“Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Perkembangan Emosi Remaja”
Disusun untuk Memenuhi Salah Satu Tugas MK Psikologi Perkembangan Peserta Didik


LOGO STAIDA




Oleh :
Sri Rahayu
NIM : P.10.14879




SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM DARUL ARQAM ( STAIDA )
MUHAMMADIYAH GARUT
Jln. Bratayudha No. 39


KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Wr.Wb.
Segala Puji dan Keagungan hanya milik Allah, Dia-lah yang Maha mengetahui semua pembendaharaan ilmu. Dan Alhamdulillah dengan izin-Nya pula kami diberi kesehatan yang tak ternilai sehingga kami bisa ikut serta dalam mencari dan menelaah suatu ilmu. Sholawat serta salam semoga tercurah limpah kepada Nabi besar kita Rasulullah Muhammad SAW sampai kepada kita semua selaku umatnya.
Tidak lupa kami menyampaikan rasa terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu, khususnya kepada Bpk.Ahmad Matin Spd,  selaku Dosen Mata Kuliah Psikologi yang telah memberikan motivasi kepada kami untuk menelaah suatu ilmu.
Adapun judul bahasan yang kami kaji dalam makalah ini adalah “  Dampak Perceraian Orang Tua terhadap Perkembangan Emosi Remaja” yang Insya Allah dapat bermanfaat bagi pembaca.
Mohon maaf apabila terdapat banyak kekurangan, semoga sekecil apapun bentuk kekurangan itu semoga menjadi perhatian baik para pembaca maupun pengkaji bahasa.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.


                                                                                                            Garut,  Juni  2012

                                     
                                                                                                        Penulis



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Sebagian besar remaja mengalami ketidakstabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi usaha penyesuaian diri terhadap pola perilaku baru dan harapan sosial baru. Pola emosi masa remaja yang secara normal dialami adalah : cinta atau kasih sayang, gembira, amarah, takut, sedih dan lain-lain perlu dicermati dan dipahami dengan baik (Hurlock, 1992).
Emosi bisa terjadi dalam berbagai keadaan psikologis. Bisa jadi Emosi muncul dikarenakan masalah dalam Keluarga pergaulan dengan teman, masalah sekolah, perubahan bagian-bagian tubuh, atau karena masalah sosial yang terjadi di sekelilingnya.Dalam penelitian Kualitatif ini kita akan lebih banyak membahas Emosi yang berkaitan dengan Dampak Perceraian Orang Tua Terhadap Emosi Remaja. Tujuannya tak lain adalah agar kita bisa lebih memahami Emosi Remaja. Memahami emosi remaja adalah satu keperluan kepada orang dewasa ketika mendidik golongan remaja. Orang tua memahami keadaan anak yang sedang mengalami kegoncangan perasaan akibat pertumbuhan yang berjalan sangat cepat itu dengan segala keinginan, dorongan dan ketidakstabilan kepercayaan itu. Itulah sebabnya bentuk emosi pada zaman remaja banyak bergantung kepada apa yang dipelajarinya daripada masyarakat sekeliling.
Perceraian pasangan suami-istri seringkali berakhir menyakitkan bagi pihak-pihak yang terlibat, termasuk di dalamnya adalah anak-anak terutama pada masa remaja awal. Perceraian dan perpisahan orangtua menjadi faktor yang sangat berpengaruh bagi pembentukan perilaku dan kepribadian, termasuk juga mempengaruhi emosinya. Secara psikologis, anak terikat pada kedua orang tuanya, jika orang tuanya bercerai, seperti separuh kepribadiannya dirobek, hal ini akan berpengaruh terhadap emosinya.

B.    Identifikasi Masalah
Sesuai dengan latar belakang, penelitian ini akan membahas dampak perceraian orang tua terhadap emosi remaja. Secara tradisional masa remaja dianggap sebagai periode “badai dan tekanan”, suatu masa dimana ketegangan emosi meninggi sebagai akibat dari perubahan fisik dan kelenjar. Meningginya emosi terutama karena anak laki-laki dan perempuan berada dibawah tekanan sosial dan menghadapi kondisi baru, sedangkan selama masa kanak-kanak ia kurang mempersiapkan diri untuk menghadapi keadaan-keadaan itu. Tidak semua remaja mengalami masa badai dan tekanan. Namun benar juga bila sebagian besar remaja mengalami ketidak stabilan dari waktu ke waktu sebagai konsekuensi dari usaha penyesuaian diri pada pola prilaku baru dan harapan sosial yang baru. (Hurlock, 2002 :213).

C.     Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dibahas adalah sebagai berikut :
1.      Bagaimana perkembangan seorang remaja ?
2.      Bagaimana tingkat perkembangan emosi remaja?
3.      Bagaimana perubahan emosi yang akan terjadi pada masa remaja ketika terjadi perceraian orangtua ? dan apa dampaknya ?

D.    Tujuan Penulisan
Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui dampak perceraian orang tua terhadap emosi remaja

E.     Manfaat Penulisan
                        Manfaat yang dapat diambil dari penulisan makalah ini diantaranya adalah :
1.      Untuk membantu memecahkan permasalahan yang dihadapi oleh remaja berkaitan dengan emosinya
2.      Membantu penulis menggali permasalahan yang berkaitan dengan dampak perceraian terhadap emosi remaja

F.     Sistematika Penulisan
Makalah ini disusun dengan sistematika yang diawali dengan Bab I Pendahuluan yang berisi latar belakang, identifikasi masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, dan Bab II yang merupakan pokok atau inti penullisan, kemudian ditutup dengan kesimpulan dan saran.



BAB II
PEMBAHASAN

A.    Remaja
Remaja merupakan tahapan umur yang datang setelah berakhirnya masa anak-anak, atau masa transisi dari anak menuju dewasa.  Dalam bukunya The First Tear of Life, Charlote Buhler (1930), bahwa usia 14-19 tahun merupakan masa tercapainya synthese diantara sikap kedalam batin sendiri dengan sikap keluar pada dunia objektif. Untuk kedua kali dalam hidupnya anak bersikap subjektif, namun subjektivitas kali ini dilakukan dengan sadar. Setelah berusia 16 tahun, remaja ini mulai belajar melepas diri dari persoalan tentang diri sendiri, dan lebih mengarahkan minatnya pada lapangan hidup konkret yang dahulu dikenalnya secara subjektif belaka. Lambat laun terbentuklah persesuaian diantara pengarahkan kedalam dan pengarahan diri keluar. Diantara subjek dan objek yang dihayatinya maka terbantuklah satu synthese. ( Alex Sobur, Psikologi Umum 2003:133 )

Masa remaja terbagi atas tiga fase ( Alex sobur:134 ), yaitu :
1.      Praremaja ( 11/12 – 13/14 )
Praremaja mempunyai masa yang sangat pendek, kurang lebih hanya satu tahun. Untuk wanita 11/12-12/13 tahun; untuk laki-laki 12/13-13/14 tahun. Dikatakan juga sebagai fase negative, karena kadang terlihat tingkah laku yang cenderung negative dan merupakan fase yang sukar untuk anak dan orangtua. Perkembangan fungsi-fungsi tubuh, terutama seks juga mengganggu.
2.      Remaja awal (13/14 – 17 tahun )
Perubahan-perubahan fisik terjadi sangat pesat dan mencapai puncaknya. Ketidakseimbangan emosional dan ketidakstabilan dalam banyak hal terdapat pada masa ini. Ia mencari identitas diri karena pada masa ini statusnya tidak jelas. Pola-pola hubungan sosial pun mulai berubah.
3.      Remaja lanjut ( 17-20/21 th )
Dirinya ingin selalu menjadi pusat perhatian; ia ingin menonjolkan diri tapi caranya berbeda dengan remaja awal. Ia idealis, mempunyai cita-cita tinggi, bersemangat dan mempunyai energy yang besar. Ia berusaha memantapkan identitas diri, dan ingin mencapai ketidaktergantungan emosional.

      Tugas perkembangan remaja menurut Havighurst dalam Gunarsa (1991) antara lain :
·         memperluas hubungan antara pribadi dan berkomunikasi secara lebih dewasa dengan kawan sebaya, baik laki-laki maupun perempuan
·         memperoleh peranan sosial
·         menerima kebutuhannya dan menggunakannya dengan efektif
·         memperoleh kebebasan emosional dari orangtua dan orang dewasa lainnya
·         mencapai kepastian akan kebebasan dan kemampuan berdiri sendiri
·         memilih dan mempersiapkan lapangan pekerjaan
·         mempersiapkan diri dalam pembentukan keluarga
·         membentuk sistem nilai, moralitas dan falsafah hidup
 
B.     Emosi Remaja dan Perkembangannya
1.      Pengertian Emosi
Pada hakikatnya, setiap orang itu mempunyai emosi. Dari bangun tidur sampai tidur kembali, kita mengalami macam-macam pengalaman yang menimbulkan berbagai emosi pula. Lantas apakah sebenarnya yang dimaksud emosi ?
Menurut William James ( dalam Wedge,1995 ) emosi adalah kecenderungan untuk memiliki perasaan yang khas bila berhadapan dengan objek tertentu dalam lingkungannya. Crow & Crow (1962) mengartikan emosi sebagai suatu keadaan yang bergejolak pada diri individu yang berfungsi sebagai inner adjustment ( penyesuaian dari dalam ) terhadap lingkungan untuk mencapai kesejahteraan dan keselamatan individu.
Dari definisi tersebut, jelas bahwa emosi tidak selalu jelek. Emosi, bila meminjam ungkapan Jalaludin Rakhmat (1994): “memberikan bumbu kepada kehidupan, tanpa emosi hidup ini kering dan gersang”
Berkaitan dengan itu, Coleman dan Hammen (1974, dalam Rakhmat 1994) menyebutkan, setidaknya ada empat fungsi emosi, yaitu :
a.       Emosi adalah pembangkit energy (energizer). Tanpa emosi kita tidak sadar atau bahkan mati. Hidup berarti merasai, mengalami, bereaksi dan bertindak.
b.      Emosi sebagai pembawa informasi (messenger). Bagaimana keadaan diri kita dapat diketahui dari emosi kita.
c.       Emosi bukan saja pembawa informasi dalam komunikasi intrapersonal (dari dalam diri), tetapi juga dalam komunikasi interpersonal.
d.      Emosi juga merupakan sumber informasi tentang keberhasilan kita. Kita mencari keindahan dan mengetahui bahwa kita memperolehnya ketika kita merasakan kenikmatan estetis dalam diri kita.

2.      Perkembangan Emosi
Para ahli psikologi sering menyebutkan bahwa dari semua aspek perkembangan, yang paling sukar untuk diklasifikasi adalah perkembangan emosional. Orang dewasa pun mendapat kesukaran dalam menyatakan perasaannya. Reaksi terhadap emosi pada dasarnya sangat dipengaruhi oleh lingkungan, pengalaman, kebudayaan, dan sebagainya, sehingga untuk mengukurnya hampir tidak mungkin.
Perkembangan emosi, seperti juga pada tingkah laku lainnya ditentukan oleh proses pematangan dan proses belajar. Dan perkembangan-perkembangan itu bergerak dari tingkat sederhana ke tingkat yang rumit.
Watson menyatakan bahwa manusia pada dasarnya mempunyai tiga emosi dasar, yakni :
a.       Fear, yang nantinya bisa berkembang menjadi anxiety ( cemas )
b.      Rage, yang akan berkembang antaralain menjadi anger ( marah )
c.       Love, yang akan berkembang menjadi simpati

Selanjutnya, Descartes juga mengemukakan emosi-emosi dasar sebanyak enam macam, yakni :
-          Desire ( keinginan )
-          Hate ( benci )
-          Wonder ( kagum )
-          Sorrow ( kesedihan )
-          Love ( cinta )
-          Joy ( kegembiraan )
Semua emosi dasar tersebut, dengan bertambahnya usia dan bertambahnya pengalaman, akan berkembang menjadi berbagai emosi yang lebih kompleks melalui proses conditioning dan diferensiasi.

3.      Gangguan emosional
Sekarang ini banyak muncul teori yang mencoba menjelaskan sebab musabab gangguan emosional. Teori-teori tersebut dapat dikelompokan dalam tiga kategori yaitu : teori lingkungan, teori afektif, dan kognitif. ( Hauck, 1967 )

a.       Teori lingkungan
Teori ini menganggap bahwa penyakit mental diakibatkan oleh berbagai kejadian yang menyebabkan timbulnya stress. Pandangan tersebut beranggapan bahwa kejadian ini sendiri adalah penyebab langsung dari ketegangan emosi. Orang awam tidak ragu-ragu untuk mengatakan misalnya : “anak itu menangis karena diperolok”. Ia percaya secara harfiah olok-olok itu adalah penyebab langsung tangisan tersebut. Teori ini memang sangat masuk akal, namun hanya sampai batas tertentu. Betapapun populernya, teori tersebut tidak cukup untuk menerangkan secara luas gejala dari pergolakan emosional.

b.         Teori afektif
Menurut pandangan ini, bukan lingkungan yang menimbulkan gangguan, tetapi perasaan bawah sadar si anak ( afeksi ). Kelepasan hanya bisa dicapai bila perasaan tersebut dimaklumi dan dihidupkan kembali dengan seseorang yang tidak akan menghukum anak tersebut atas keinginan-keinginan yang berbahaya.

c.          Teori kognitif
Menurut teori ini, penderitaan mental tidak disebabkan langsung oleh masalah kita atau perasaan bawah sadar kita akan masalah tersebut, melainkan dari pendapat yang salah dan irasional, yang disadari maupun tidak disadari akan masalah-masalah yang kita hadapi.
Untuk mengembalikan keseimbangan emosi, kita hanya perlu mengidentifiasi ide-ide yang ada pada si anak, kemudian melalui penggunaan logika yang ketat ia diperlihatkan dan diyakinkan betapa tidak rasionalnya ide-ide tersebut, dan akhirnya dia didorong untuk berperilaku berlainan melalui sudut pengetahuan yang baru.

C.    Perceraian Orangtua dan Dampaknya terhadap perkembangan emosi remaja
Kadangkala, perceraian adalah satu-satunya jalan bagi orangtua untuk dapat terus menjalani kehidupan sesuai yang mereka inginkan, namun perceraian selalu menimbulkan akibat buruk pada anak anak mereka, meskipun dalam kasus tertentu dianggap alternatif terbaik daripada membiarkan anak tinggal dalam keluarga dengan kehidupan pernikahan yang buruk. Biasanya dilihat saja perkembangan anak akibat perceraian orangtuanya yaitu anak akan lebih menderita dan akan menimbulkan trauma, sehingga anak juga akan bingung untuk memihak ayah atau ibunya. Setelah perceraian hal akan membawa pengaruh langsung bagi anak–anak mereka terlihat pula dalam menyesuaikan diri dengan situasi baru ini yang diperlihatkan dengan cara dan penyelesaian yang berbeda. Peranan lingkungan keluarga sangat penting bagi seorang anak yang menginjak remaja, terlebih lagi pada tahun–tahun pertama dalam kehidupannya setelah orang tuanya bercerai.
Pada awal masa remaja, banyak anak dari keluarga-keluarga yang retak telah tersandung ke dalam sarang lebah malapetaka kaum remaja termasuk nilai-nilai yang merosot, tingkah laku seksual terlampau dini, penggunaan obat-obat terlarang dan tindakan kejahatan. Ada pula sejumlah bukti, meskipun tidak begitu kuat, bahwa anak-anak dari keluarga-keluarga dengan tingkat konflik dan perceraian yang tinggi mengalami lebih banyak depresi, kecemasan dan menarik diri.
Tidak dapat disangkal bahwa anak-anak menjadi sedih dan bila mereka menyaksikan perkelahian orang tuanya. Faktor yang paling berat dalam kasus perceraian adalah bagaimana memberikan pengaruh dan bagaimana memulihkan kembali hubungan yang baik dan stabil, menciptakan keakraban bagi kedua orang tua. Pengaruh orang tua dapat menciptakan kekuatan pada diri anak. Penggaruh ini akan tetap bertahan sampai 5 tahun berikutnya. Kebiasaan mengunjungi masih penting bagi sebagian besar anak. Meskipun demikian, kasus perceraian itu tetap membawa dampak dalam perkembangan sosial dan emosi anak.
Banyak para peneliti menemukan bahwa anak yang diasuh satu orang tua akan jauh lebih baik dari pada anak yang diasuh keluarga utuh yang diselimuti rasa tertekan. Perceraian dalam keluarga, tidaklah selalu membawa dampak negatif. Sikap untuk menghindari suatu konflik, rasa tidak puas. Perbedaan paham yang terus-menerus, maka peristiwa perceraian itu satu-satunya jalan keluar untuk memperoleh ketentraman diri. Perceraian dalam keluarga manapun merupakan peralihan besar dan penyesuaian utama bagi anak-anak akan mengalami reaksi emosi dan perilaku karena
“Kehilangan” satu orang tua. Bagaimana anak bereaksi terhadap perceraian orang tuanya sangat dipengaruhi oleh cara orang tua berperilaku sebelum, selama dan sesudah perpisahan. Anak akan membutuhkan dukungan, kepekaan, dan kasih sayang yang lebih besar untuk membantunya mengatasi kehilangan yangdialaminya selama masa sulit ini. Mereka mungkin akan menunjukkan kesulitan penyesuaian diri dalam bentuk masalah perilaku, kesulitan belajar, atau penarikan diri dari lingkungan sosial.
















BAB III
PENUTUP

A.             Kesimpulan
Banyak hal yang tanpa kita sadari bahwa sedikit kesalahan orangtua dapat berakibat fatal bagi anak remaja mereka. Kenapa bisa? Jawabannya adalah karena tingkat kelabilan emosinya belum dapat diukur, dalam artian mereka bisa melakukan sesuatu yang spontanitas tanpa berpikir panjang terhadap penyelesaian suatu masalah. Mereka yang sedang mencari jati diri mereka, dimana perasaan positif dan negatif muncul sama kuatnya baik dari dalam maupun luar mereka sendiri.
Berbagai faktor pada orangtua yang bisa menambah seringnya anak kesal atau  marah-marah, antara lain sikap orangtua yang terlalu banyak mengkritik tingkah laku anak, apalagi dengan adanya perpecahan dari kedua orangtuanya sendiri, dapat berakibat pada hal-hal yang tidak diinginkan. Banyak remaja yang terjerumus pada pergaulan bebas, narkoba, bahkan bunuh diri karena hal yang tidak mau mereka terima keadaan atau kenyataannya, dan ini adalah sebagai bukti protes mereka.

B.     Saran
Emosi memang mempunyai daya gerak yang besar. Namun, kita tidak dapat mengatur dan mengarahkannya sedemikian rupa, sehingga emosi tersebut menggerakan kita kearah hidup yang lebih menyenangkan dan lebih efesien. Memang benar pendapat Wedge (1995:17) bahwa : “Kita tidak boleh menjadi budak dari emosi, tetapi harus menjadi tuan dari emosi kita”. Dengan demikian, emosi menjadi modal yang besar bagi kehidupan kita, bukannya menjadi kecenderungan yang membuat kita frustasi.
Ada beberapa saran dari penulis yang Insya Allah dapat bermanfaat bagi remaja dan orangtua, yaitu:
Ø  Binalah hubungan yang harmonis antara orang tua dan anak
Ø  Hendaknya orangtua mengikuti perkembangan anak dengan berbagai pengetahuan yang bijak, terutama tentang psikologi perkembangan anak
Ø  Orangtua memberikan motivasi dan mengarahkan anak untuk berpartisipasi aktif dalam organisasi keagamaan di sekolah
Ø  Orangtua harus bisa demokratis dalam keluarga, sehingga si anak bebas mengeluarkan pendapatnya tentang berbagai persoalan yang dialaminya
Ø  Bagi remaja sendiri harus bisa menanamkan motivasi yang kuat dalam dirinya, seperti pepatah bilang : “Motivasi yang kuat adalah modal yang sempurna untuk menghadapi rintangan seberat apapun”, dengan demikian apabila terjadi perceraian orang tua yang dianggapnya menyakitkan, mereka tidak mudah drop dengan keadaan yang menimpanya.
























DAFTAR PUSTAKA

-                Sobur, Alex.  Psikologi Umum. 2003. Bandung : Pustaka Setia
-                Dep.Pendidikan Nasional. KBBI edisi ketiga. 2001. Jakarta : Balai Pustaka
-                http://koleksi-pengetahuan-wordpress.com/2010/04/02/032-dampak-perceraian orangtua-terhadap-penyesuaian diri- remaja-awal
              

Tidak ada komentar:

Posting Komentar